Psikologi Makanan Dalam Prespektif Antropologi Budaya
Psikologi Makanan Dalam
Prespektif Antropologi Budaya
Seperti
janji saya pada postingan Psikologi Makanan, Selera, Dan Budaya bahwa akan di
bahas Psikologi Makanan Dalam Prespektif Antropologi Budaya. Ini adalah
lanjutan dari postingan sebelumnya, jadi kalau mau paham bangronny sarankan
dibaca postingan sebelumnya.
Apa yang kaitanya antara Antropologi dengan Makanan. Makanan
mencerminkan karakteristik lingkungan. Makanan disiapkan oleh lingkungan.
Misalnya ubi sebagai makanan pokok orang papua karena banyak tersedia di
wilayah tersebut. Atau sagu sebagai makanan pokok suku mentawai, atau jagung makanan pokok suku
sunda. Pada umumnya makanan pokok orang Indonesia adalah nasi, karena itu
apabila nasi tidak dikonsumsi dalam satu hari meskipun memakan makanan lain
tetapi perasaan masih lapar. Karena lambung telah terbiasa diisi dengan nasi.
Nilai yang terkandung dalam suatu makanan tergantung pada
proses pematangan atau kandungan alami yang ada pada bahan makanan. Makanan
yang dikonsumsi mentah atau diolah merupakan bagian dari kebudayaan. Makanan
yang diolah dari bahan-bahan mentah seperti rujak, lalapan adalah bentuk
kebudayaan jawa. Karena kebanyakan penduduk di jawa adalah petani yang berfokus
pada sayuran dan buah-buahan dengan kondisi alam yang sangat cocok untuk
bertani.
Para
ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebgai suatu kompleks kegaitan masak-memasak,
masalah kesukaran atau tidak sukar, kearifan rakyak, kepercayaan-kepercayaan,
pantangan-pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi,
persiapan, dan konsumsi makanan. Singkatnya, sebagai suatu kategori budaya yang
penting, ahli-ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan
dengan banyak kategori budaya lainnya[1].
Menurut saya lebih tergantung pada kondisi tanahnya, maksudnya ada beberapa daerah yang tidak bisa ditanami padi, jagung atau ubi misal daerah rawa maka masyarakat daerah itu memiliki makanan pokok yang berbeda dengan daerah lainnya. Jadi, orang Papua makan ubi bukan karena banyak tersedia di wilayah itu tapi karena hanya ubi yang cocok atau bisa tumbuh di wilayah itu. Ketika mereka "dipaksa" harus makan nasi padahal daerahnya tidak dapat ditanami padi, harus mendatangkan beras dari daerah lainnya dengan harga yang mahal...itu menurut pemikiran berdasarkan pengetahuan yang saya tau loh :)
ReplyDeleteSelamat berkarya kawan & sukses selalu dimanapun kita berada.