Tags

Psikologi Makanan Dalam Konteks Budaya

Psikologi Makanan Dalam Konteks Budaya

Dalam konteks budaya bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diukur, akan tetapi konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dari apa dan etiket makan. Di antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayan mereka mendikte, kapan mereka merasa lapar dan apa, serta berapa banyaka mereka harus makan agar memuaskan lapat, jadi dengan demikian, nafsu makanan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun berbeda. Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan sosial, yang mempunyai simbolik antara lain sebagai berikut.

a.       Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan dan kadang-kadang minuman adalah kasih sayang, perhatian, dan persahabatan menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaaan yang diungkapkan dan untuk membalasnya[1]. Contoh di jawa jika kita ditawarkan makan dan kita menolak adalah penghinaan bagi tuan rumah, makan sesendokpun walaupun sudah kenyang adalah tindakan untuk menghargai tuan rumah

b.      Makanan sebagai ungkapan dari kesetia-kawanan kelompok
Makanan sering dihargai sebagai lambing-lambang identitas suatu bangsa atau nasional. Namun tidak semua makanan mempunya nilai lambing seperti ini. Makanan yang mempunyai dampak yang besar adalah makakan yang berasal atau dianggap berasal dari kelompok itu sendiri bukan yang biasayanya dimakan di banyak Negara yang berlainan atau juga dimakan oleh banyak suku bangsa[2].

c.       Simbolisme makanan dalam bahasa
Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologi yang sangat dalam di antara makakan, persepsi kepribadian, dan keadaan emosional. Dalam bahasa Inggris yang pada ukuran tertentu mungkin tertandingi oleh bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambrkan kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-kualitas manusia[3].

Kedudukan nilai-nilai budaya ini pada tiap komunitas adat tentu tidak sama, demikian pula orientasi dari nilai-nilai itu pada tiap komunitas. Makanan dalam konteks kultur nilai -nilai budaya meliputi, pilihan rasional terhadap jenis makanan, cara memasak, kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan kolektif, kepercayaan, dan pantangan-pantangan yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan. Ini semua adalah sebagai kompleks kebiasaan makan.

Koentjaraningrat menyatakan sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi- konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakukan manusia. Sebagai bagian dari adat istiadat dan wujud ideal dari kebudayaan. Sistem nilai budaya seolah-olah berada diluar dan di atas dari para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan.

Para individu itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabanya nilai-nilai budaya tadi sukar diganti dengan nilai – nilai budaya lain dalam waktu singkat.

Clyde Kluckhohn mengatakan semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, mengalami lima masalah pokok dalam kehidupan manusia, yaitu:

a.       Hakekat hidup;
b.      Hakekat karya;
c.       Hakekat kedudukan dalam ruang atau waktu;
d.      Hakekat hubungan dengan alam sekitar; dan
e.       Hakekat hubungan dengan sesamanya[4].

Peradaban dan budaya makan bagi berbagai golongan etnik di dunia merupakan warisan tingkah laku jaman ke jaman. Bagi mereka, cara yang terbaik untuk menikmati hidangan makanan ialah dengan menggunakan cara yang dipraktekan oleh kelompok etnik masing-masing. Budaya makan dengan menggunakan tangan biasanya diamalkan oleh masyarakat di Timur Tengah, India dan beberapa negara di Asia Tenggara. Lazimnya, tangan dibasuh sebelum dan seusai makan. Tangan lebih bersih jika dibandingkan dengan sendok ataupun garpu yang dibasuh oleh seseorang yang kemungkinan tidak dapat dipastikan kebersihannya.

Masyarakat Islam dan Hindu menggunakan tangan kanan untuk menyuap makanan. Mereka biasanya makan bersila dengan hidangan makanan diletakkan di tengah-tengah tamu. Misalnya, masyarakat yang menggunakan kayu sumpit biasanya menggunakan mangkuk sup dan mangkuk nasi masing-masing sewaktu menikmati hidangan. Mereka akan duduk di meja makan dan menggunakan kayu sumpit untuk mengambil lauk-pauk. Budaya makan seperti ini telah memungkinkan penggunaan mangkuk nasi dan kayu sumpit yang diperuntukkan bagi setiap keluarga. Pada masyarakat Barat di awal kurun ke-17, sendok, garpu dan pisau digunakan di meja makan. Penggunaan kayu sumpit di masyarakat Cina berawal pada kurun kedua sebelum masehi. Budaya makan masyarakat Jepang, Korea dan Vietnam kuat dipengaruhi oleh budaya China yang juga menggunakan kayu sumpit untuk makan.

Makan menggunakan tangan umumnya digunakan masyarakat di Asia (terkecuali di China, Jepang, Korea dan Vietnam). Tangan adalah alat utama untuk mengambil dan menyuap makanan ke dalam mulut. Jika ada benda yang membahayakan, tanganlah yang akan memberi tanda seperti duri, tulang ikan atau tulang ayam. Soal kotoran pada tangan tidak akan timbul karena adat istiadat menyarankan sebelum makan diwajibkan terlebih dahulu mencuci tangan dan hanya tangan kanan saja yang diajarkan untuk menyentuh makanan. Hikmah tangan adalah bahwa jari-jemari manusia mengandungi sejenis kimia yang akan memudahkan mencernakan makanan didalam perut. Ini terbukti apabila orang tua di jaman dulu melarang kita menyentuh makanan yang mau disimpan dengan tangan karena akan menjadi basi[5].



[1] Drs. Sulismandi, M.Si, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar ISBI, UMM PRESS, 2011, hlm 115
[2] Ibit, hlm 116
[3] Ibit, hlm 116
[4] To Thi Anh, Nilau Budaya Timur Dan Barat “Konflik atau Harmonis”, PT. Gramedia, Jakarta, hlm 30
[5] Ibit, hlm 30-34

9 comments:

  1. ternyata makanan memiliki makna yang begitu luas dalam konteks budaya ya mas.

    makasih infonya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. itu lah mas budi kajian ilmu mengajarkan kita memandang sesuatu tidak dari luarannya saja tapi lebih dalam lagi ke konteks kebenarnnya

      Delete
  2. filosofi yang terkandung didalam makanan pada konteks budaya dan susuhunan masa jaya di masa yang telah lalu itu sangat dalam dan makjleb ke hati

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha benar kang
      kalau sekarang kita memandang makanan hanya sekedar untuk mengenyangkan perut dan lebih memilih makanan cepat saji yang prosesnya kita tidak tahu bagaimana

      Delete
  3. selalu ada sejarah dan filosofi dibalik setiap makanan. Kalau ditelusuri rasanya memang menarik :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul mbk keke
      segalanya akan menarik jika di kaji dengan sejarah dan filosofi keilmuan

      Delete
  4. Wow,,, jadi makanan bisa di kaitkan dengan filosofi budaya, wah, lebih luas lagi nih pembahasannya dan lebih mendalam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul mas katon. Kajian antropologi memaknai makanan yang sehat itu hasil dari alam, bukan masalah enak atau mahalnya tap masalah norma yang mengikat. psikologi memaknai makanan adalah kebutuhan pokok manusia, yang bisa mencerminkan pemakannya, sosiologi memaknai makanan adalah tatanan sosial yang menciptakan identitas pemakannya
      makasih kunjunganya bro

      Delete
    2. betul mas katon. Kajian antropologi memaknai makanan yang sehat itu hasil dari alam, bukan masalah enak atau mahalnya tap masalah norma yang mengikat. psikologi memaknai makanan adalah kebutuhan pokok manusia, yang bisa mencerminkan pemakannya, sosiologi memaknai makanan adalah tatanan sosial yang menciptakan identitas pemakannya
      makasih kunjunganya bro

      Delete

Yang Harus Dikomentari
---Dipersilahkan Mengoreksi Tulisan Yang Salah
Ini sebagai pembelajaran buat saya
---Menambahkan Apa Yang Kurang Dalam Pembahasan BangRonny
Ini akan membuat apa yang BangRonny berikan belum sempurna
---Mengakui Kalau BangRonny Ganteng heheheheh
Ini akan membuat BangRonny lebih PeDe.
-----Selebihnya Terserah Anda-------