Tags

HUMORIS CEPOT DALAM WAYANG GOLEK

HUMORIS CEPOT DALAM WAYANG GOLEK
(Oleh: Ronny Advisori Martosen Sababaalat)


            Tokoh-tokoh Ua Lengser, Si Kabayan, dan Si Cepot, merupakan tokoh-tokoh fiktif yang amat dekat dan disayangi oleh masyarakat Sunda, seolah-olah merupakan alter-ego masyarakat sendiri. Tokoh-tokoh ini digambarkan paradoks, yang dalam kategori cerita rakyat disebut sebagai pintar-pintar bodoh. Cerdas dan bodoh sekaligus, cerdas dalam kebodohannya. Kombinasi ini menimbulkan efek humor pada tokoh-tokoh tersebut (Jakob Sumardjo, 2010:261).

            Orang yang humoris adalah mereka yang bisa memaknai suatu kondisi dengan pemaknaan yang tak terduga namun dalam satu kontek. Artinya mereka memiliki cara yang lebih baik dalam menyampaikan pesan-pesan dalam setiap kondisi yang ada. Jakob Sumardjo (2010:261) menjelaskan bahwa humor lebih rasional dari pada emosional. Humor analogi paralel dari dua pengetahuan yang disatukan sehingga menimbulkan pengetahuan baru yang tak terduga akibat paradoknya.

            Karakteristik Cepot dalam wayang golek adalah sebagai penghubung antara tingkah laku penguasa dengan rakyat. Cepot menyampaikan kritikan kepada penguasa dengan cara yang unik yaitu dengan humor. Sehingga hubungan antara penguasa dengan rakyat tetap harmonis, yaitu yang kena kritik tidak tersinggung, tapi mereka sadar, sedangkan yang mengkritik harus menerima dianggap sebagai orang bodoh.

            Orang bodoh yang dipaparkan diatas bukan berarti bodoh dalam konteks intelektual. Rakyat itu peka terhadap kebenaran. Dan karakter Cepot yang dianggap orang bodoh adalah untuk mengeluarkan uneg-uneg dengan cara humor, dengan artian Cepot berusaha menjadi orang bodoh dengan beranggan tidak tahu apa yang dilakukan oleh penguasa. Cepot tahu jika ia menyampaikan kritikan kepada penguasa dengan penyampaian intelektual itu akan terpatahkan dengan mereka yang berkuasa.

            Rakyat Sunda menempatkan dirinya dalam tokoh-tokoh Lengser, Kabayan, dan Cepot sebagai manifestasi hati nuraninya, lebih dari pada ke para penguasa nilai formalnya. Mekanisme ini nyata sinkronik dalam masyrakat Sunda (Jakob Sumardjo, 2010:265).

Daftar Pustaka
Sumardjo, Jakop, 2010. Sunda Pola Rasionalitas Budaya,Bandung: Penerbit Kelir     

            

2 comments:

  1. Skrg sudah mulai jarang ya wayang golek tuh... tergerus kemajuan jaman.

    ReplyDelete
    Replies
    1. itulah yang disebut Transformasi budaya yang tidak dimaknai terlebih dahulu. akibatnya budaya baru atau barat masuk menyebabkan terkikisnya budaya yang sudah ada dan mengakibatkan budaya lama hilang
      makasih kunjunganya mas bro

      Delete

Yang Harus Dikomentari
---Dipersilahkan Mengoreksi Tulisan Yang Salah
Ini sebagai pembelajaran buat saya
---Menambahkan Apa Yang Kurang Dalam Pembahasan BangRonny
Ini akan membuat apa yang BangRonny berikan belum sempurna
---Mengakui Kalau BangRonny Ganteng heheheheh
Ini akan membuat BangRonny lebih PeDe.
-----Selebihnya Terserah Anda-------